Teks editorial berjudul Menghadapi Era Gelap Ekonomi
Menghadapi Era Gelap Ekonomi
Dunia di ambang resesi. Sejumlah pengamat ekonomi, Bank Dunia, maupun Dana Moneter Internasional (IMF) telah melihat potensi ke arah itu. Indikatornya, kata mereka, antara lain semakin melambatnya perekonomian di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat, sebagian wilayah Eropa, dan Tiongkok.
Selain itu, inflasi yang bergerak cepat di sejumlah negara juga berpotensi memperparah krisis. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut roda perekonomian di wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina. Sementara itu, perlambatan ekonomi Tiongkok terjadi akibat kebijakan zero COVID policy dan volatilitas (melonjaknya harga) di sektor properti.
IMF memprediksi sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan. Itu artinya, resesi global membayang di depan mata. Dunia pun menghadapi era kegelapan ekonomi.
Pada The 1st Joint Finance and Agriculture Ministers Meeting di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (11/10) malam waktu setempat atau Rabu WIB, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan hal yang kurang lebih senada. Dia menyebut krisis pangan akan menghampiri dunia dalam kurun waktu 8–12 bulan ke depan. Kondisi itu, kata dia, diperparah dengan ketersediaan pasokan pupuk sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina.
Dalam menyikapi hal tersebut, Presiden Jokowi memerintahkan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk membuat kajian yang cepat tentang antisipasi yang dapat dilakukan pemerintah dalam melakukan mitigasi krisis energi, pangan, dan keuangan, baik makro maupun mikro. Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden, kemarin, mengatakan Presiden mendorong lembaganya untuk fokus melakukan kajian dalam lima hal, yaitu konsolidasi demokrasi, transformasi digital, ekonomi hijau, ekonomi biru, dan Ibu Kota Negara (IKN).
Titah Presiden ini tentu harus dilaksanakan sungguh-sungguh. Pemerintah memang harus punya cetak biru untuk mengantisipasi krisis, sehingga dapat mengambil sejumlah langkah yang tepat. Berbeda halnya ketika pandemi COVID-19, di saat seluruh negara tidak siap, kali ini sejumlah lembaga internasional maupun para pakar telah memberi warning tentang ancaman resesi global.
Peringatan ini tentu harus ditindaklanjuti dengan menyiapkan sejumlah langkah strategis yang melibatkan sejumlah instansi/lembaga terkait. Selain membuat kajian untuk memitigasi risiko di tengah ketidakpastian ini, langkah lain yang diperlukan ialah meningkatkan kolaborasi, baik di tingkat nasional maupun global. Seperti halnya saat pandemi, tidak ada satu pun negara yang bisa menghindar dari situasi sulit itu.
Apalagi di era inflasi dan suku bunga tinggi seperti sekarang ini, tentu dibutuhkan adanya kerja sama di antara negara-negara di dunia. Sikap egois akan membuyarkan semua upaya keluar dari kondisi yang oleh para pengamat disebut sebagai perfect long storm (badai panjang yang sempurna).
Di dalam negeri, seluruh elemen bangsa juga harus merapatkan barisan. Apalagi antarinstansi pemerintah. Tidak boleh ada ego sektoral, baik di antara kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Tiap-tiap kepala daerah harus mampu membangun situasi sosial dan politik yang kondusif untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama dengan menekan laju inflasi, menjaga pasokan dan ketersediaan pasokan pangan maupun energi.
Selain menjaga stabilitas, langkah lain yang diperlukan ialah berhemat. Kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah harus mengencangkan ikat pinggang. Kurangi anggaran untuk proyek-proyek yang tidak perlu. Lebih baik dana itu disimpan untuk membantu masyarakat bila krisis betul-betul terjadi.
Sejauh ini, Indonesia memang belum terdampak krisis. Direktur Pelaksana IMF bahkan mengapresiasi Indonesia yang bisa meraih pertumbuhan ekonomi tinggi di tengah kondisi dunia yang berat. Indonesia, kata dia, ibarat titik terang di tengah kondisi ekonomi global yang memburuk. Namun, pujian ini jangan membuat kita lengah dan terlena. Kewaspadaan dan kehati-hatian perlu agar kita tidak terombang-ambing dan tenggelam dalam badai.
Teks Editorial berjudul Pelajaran Mahal Kebakaran Bromo
Pelajaran Mahal Kebakaran Bromo
KEBAKARAN kawasan Gunung Bromo, Jawa Timur, akibat penggunaan flare pada sesi foto pranikah (prewedding) pantas membuat kita marah. Kebakaran itu bukan semata buah kecerobohan, melainkan juga kecurangan. Rombongan prewedding itu hanya membeli tiket daring yang diperuntukkan wisatawan. Padahal, kegiatan komersial, termasuk prewedding, di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) semestinya menggunakan surat izin masuk kawasan konservasi (simaksi).
Kecurangan dengan menggunakan status wisatawan itu sudah menunjukkan iktikad buruk yang lebih dari sekadar ingin masuk secara murah sebab dengan tiket wisatawan, pengunjung tidak diharuskan melampirkan perincian bentuk kegiatan dan daftar peralatan yang dibawa. Dua hal itu termasuk dalam hal syarat mendapatkan simaksi.
Bukan saja licik, rombongan prewedding tersebut juga tidak acuh ketika sisa flare mereka menimbulkan kebakaran. Sebagaimana yang terlihat di video yang beredar luas, tim wedding organizer ataupun pasangan pengantin sama-sama tidak peduli meski api sudah membesar di bekas tempat mereka melakukan pemotretan.
Kelicikan, ketidakjujuran, dan kecerobohan yang hingga saat ini telah menghanguskan 274 hektare kawasan Bromo itu harus dijerat hukum. Saat ini manajer sekaligus fotografer di wedding organizer tersebut, yakni Andrie Wibowo, telah ditetapkan sebagai tersangka. Kita mendorong agar polisi tidak segan menetapkan tersangka lain jika memang terindikasi ikut menyebabkan kebakaran. Penjeratan seluruh orang terlibat harus dilakukan untuk memberikan efek jera bagi masyarakat luas.
Di sisi lain, begitu sulitnya pemadaman kebakaran yang berlangsung sejak Rabu (6/9) sebenarnya memberikan gambaran akan peliknya ancaman karhutla di Jawa. KLHK dan BPBD menyebut pemadaman mendapat tantangan berat karena wilayah yang berbukit, angin kencang, serta fenomena El Nino yang menyebabkan keringnya lahan. Sebab itu, hanya dalam waktu hitungan jam, luasan lahan yang terbakar sudah puluhan hektare.
Penanganan karhutla dengan kondisi geografis perbukitan tentu membutuhkan pendekatan berbeda dengan karhutla di wilayah gambut Kalimantan yang cenderung datar. Kondisi tanah datar membuat pengerahan alat berat, seperti ekskavator akan lebih memungkinan. Lahan gambut juga memungkinkan pembangunan sekat kanal untuk mencegah api meluas.
Sementara itu, di Jawa, sebagaimana yang terlihat dalam upaya pemadaman di Bromo, cara yang menjadi tumpuan ialah penyiraman dengan tangki air dan pendinginan menggunakan gepyok alias cara-cara manual. Water bombing tidak selalu bisa diandalkan, bahkan sempat harus dihentikan karena angin kencang di perbukitan.
Dengan tren kejadian karhutla sepanjang 2019-2023 yang justru paling tinggi di Jawa, kita sesungguhnya dalam kondisi darurat. Kita membutuhkan sistem penanganan karhutla yang mumpuni untuk di Jawa. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari pernah mengusulkan perlunya pembentukan satgas pengendalian karhutla untuk sejumlah provinsi di Jawa, terkhusus Jawa Timur dan Jawa Tengah yang memiliki cukup banyak sabana.
Kita mesti menyadari pentingnya keberadaan satgas darat ataupun satgas udara itu karena kebakaran-kebakaran serupa dapat bereskalasi hingga membahayakan permukiman warga. Kita tentu tidak ingin peristiwa-peristiwa kebakaran hebat seperti di Yunani dan Amerika Serikat terjadi di Indonesia.
Karena itu, kita mendesak pihak-pihak terkait, baik BNPB, KLHK, maupun TNI, untuk segera membangun sistem penanggulangan karhutla di Jawa. Kebakaran di Bromo ialah pelajaran sangat mahal yang tidak boleh terulang. Kita mendukung hukum ditegakkan kepada para pelaku penyebab kebakaran. Beriringan dengan itu, sosialisasi pencegahan kebakaran, khususnya karhutla, kepada masyarakat di wilayah rawan karhutla harus digencarkan.
(Sumber: Republika, 13 September 2023. https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/3165-pelajaran-mahal-kebakaran-bromo).
Baca Juga: Memahami Struktur Teks Berita, Ciri, & Kebahasaan dari Contohnya | Bahasa Indonesia Kelas 12
Teks editorial berjudul Meneruskan Jejak sang Ratu
Meneruskan Jejak sang Ratu
Dunia seketika berduka saat Kerajaan Inggris menyampaikan pernyataan resmi tentang wafatnya Ratu Elizabeth II di Balmoral, Skotlandia, pada Kamis (8/9). Sang Ratu mangkat di usia ke-96 setelah selama tujuh dekade memimpin Kerajaan dan Persemakmuran Inggris. Ia tercatat sebagai pemangku takhta terlama dalam sejarah Inggris. Rakyat Inggris sudah tentu menjadi pihak yang paling merasakan kehilangan atas kematian Ratu Elizabeth II tersebut, selain keluarga kerajaan.
Rasa kehilangan itu mereka ekspresikan dengan berkumpul di depan Istana Buckingham, di tengah hujan deras, demi menyampaikan duka cita kepada keluarga Kerajaan Inggris. Begitu pun para pemimpin dunia yang sepanjang hari kemarin tak berhenti mengucapkan dukacita dan belasungkawa atas berpulangnya sosok yang terlahir dengan nama Elizabeth Alexandra Mary Windsor itu.
Bagi masyarakat Inggris, Elizabeth memang layak mendapatkan cinta dan rasa hormat. Selama 70 tahun memimpin, ia tidak sekadar menjadi kepala negara dan simbol abadi Inggris. Lebih dari itu, Elizabeth mampu menjadi sosok dengan tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi untuk memberikan pengabdian kepada rakyatnya. Era dia memimpin Kerajaan Inggris (1952-2022) ialah era ketika perubahan bergerak begitu cepat. Era yang penuh dengan pergolakan sosial, guncangan, bahkan perang. Pada titik-titik masa tertentu, pengaruh kerajaan mulai memudar.
Bahkan peran monarki kerap dipertanyakan seiring dengan berkembangnya prinsip demokrasi dan pemikiran egaliterianisme. Namun, dengan modal ketulusan serta dedikasi untuk mengabdi dan tentu saja kemampuan untuk beradaptasi, Elizabeth mampu membawa Inggris melewati itu semua. Terbukti sang Ratu tetap berdiri konstan di tengah segala perubahan itu sekaligus berhasil mengawal keberadaan monarki mengarungi dunia yang sudah sangat modern ini.
Tidak salah kiranya bila Perdana Menteri Inggris, Liz Truss, yang baru saja diangkat mendiang Ratu pada Selasa (6/9), mengatakan kerajaan ialah sumber kekuatan negara dan stabilitas Inggris modern. Di zaman Elizabeth-lah dekolonisasi kekaisaran Inggris terjadi. Negara-negara di bawah koloni Inggris satu per satu ‘diberi’ kemerdekaan. Gongnya, penyerahan Hong Kong kembali kepada Tiongkok pada 1997 menandai akhir dari kekaisaran Inggris.
Meski demikian, pengaruh kekuasaannya masih sangat signifikan sebagai pemimpin sekaligus pemersatu negara-negara bekas koloni yang tergabung dalam Persemakmuran Inggris itu. Pada sisi inilah sesungguhnya tampak kelihaian Elizabeth dalam berpolitik. Di satu sisi mempertahankan eksistensi kerajaan, tapi di sisi lain ia juga ingin negara-negara koloni punya eksistensi masing-masing.
Di tataran lain, Ratu Inggris juga aktif mempromosikan perdamaian dan amal dalam segala hal yang dia lakukan. Menurut The Independent, selama masa pemerintahannya, Ratu Elizabeth II bekerja dengan lebih dari 600 badan amal, dari yang bergerak di bidang kesehatan hingga masalah-masalah perempuan.
Semua jejak dan warisan Ratu Elizabeth II itu sejatinya mengandung makna teramat dalam terkait dengan bagaimana seharusnya seorang pemimpin memperlakukan kekuasaan yang ia miliki. Ia boleh saja berstatus ratu kerajaan yang tentu saja sangat elitis, tapi ketika tindakan dan kebijakannya tidak elitis, rakyat tanpa diminta akan memberikan cinta dan rasa hormatnya.
Pangeran Charles yang sebentar lagi akan naik tahta menjadi Raja Inggris tentu punya tugas besar untuk meneruskan jejak baik sang ibunda. Satu kaki masa depan Inggris akan ditopang kepemimpinan Raja Charles. Karena Inggris negara maju yang punya pengaruh kuat di kancah global, masa depan negara itu sedikit banyak pasti akan menentukan masa depan dunia.
Baca Juga: Pengertian Ide Pokok & Cara Menentukannya dalam Paragraf
Teks Editorial berjudul Tsunami Aceh dan Problem Kesadaran Bencana
Tsunami Aceh dan Problem Kesadaran Bencana
Tragedi tsunami Aceh berumur 18 tahun kemarin. Warga Aceh mengingatnya dengan pahit, di tengah raungan sirene pada Senin pagi. Sebagian dari mereka, yang mengikuti acara di pusat berziarah ke kuburan massal Siron. Di situ, sebanyak 40 ribu warga Aceh dikuburkan bersama-sama. “Para Syuhada,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza, Ahad.
Pemerintah memberi tema ‘Bangkit Lebih Kuat, Bangun Budaya Sadar Bencana’. Pesan ini, kita mafhum, bisa dianggap klise. Namun, tetaplah pesan yang amat kuat. Terutama bagian ‘Bangun Budaya Sadar Bencana’. Sudah 18 tahun tsunami Aceh, kita tahu betul sejauh mana kesadaran masyarakat atas potensi bencana ini.
Jujur, kewaspadaan kita semua akan bencana tetap minim. Kalaupun tidak mau kita sebut abai. Padahal, bencana sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Masyarakat Indonesia hidup di deretan ‘ring of fire’ alias barisan gunung api yang siap memuntahkan laharnya kapan saja. Banjir dan angin topan akibat musim hujan juga kerap terjadi.
Catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai 4 Desember kemarin memperlihatkan, ada 3.318 bencana alam terjadi di seluruh Indonesia. Ini berarti saban harinya warga Indonesia terkena sembilan bencana. Yang paling banyak adalah banjir, dengan 1.420 kejadian. Ini setara 42,8 persen dari total bencana. Kemudian ada cuaca ekstrem, diikuti tanah longsor, kebakaran hutan, gempa bumi, dan lainnya.
Jawa Barat adalah provinsi yang terbanyak mengalami kejadian bencana alam dengan sebanyak 775 kali dalam setahun. Diikuti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saban hari warga Jabar rata-rata mengalami dua kali bencana dalam setahun. Dari gambaran ini, terlihat juga bahwa seluruh wilayah Jawa tidak lepas dari daerah rawan bencana. Padahal, dari segi infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi ataupun kesejahteraan, Jawa adalah yang paling unggul dari seluruh pulau di Indonesia.
Sejauh mana pemerintah merespons kondisi bencana ini terlihat dari sejumlah langkah yang diambil. Di pusat, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Di daerah, pemerintah membentuk pula Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Di lingkungan yang lebih kecil lagi, di kelurahan dan kecamatan, dibuat program Desa Sadar Bencana. Kemudian dibentuk pula relawan taruna siaga bencana (tagana).
Dengan struktur yang demikian, idealnya kita akan melihat penanganan bencana ataupun tingkat kesadaran bencana masyarakat makin tinggi. Ternyata tidak. Pun berlaku di Jawa Barat, daerah dengan tingkat bencana tertinggi se-Indonesia. Ataupun di daerah lain.
Kita melihat publik dan pemerintah tetap tergopoh-gopoh, saat bencana besar mengadang. Apa yang harus dilakukan publik, atau bahkan satu keluarga saat terkena bencana tsunami, gempa bumi, banjir bandang, pun masih memperlihatkan bahwa mereka tidak mendapat pemahaman soal sadar bencana. Semua serba-terkaget-kaget.
Seolah tsunami Aceh 18 tahun lalu tidak mengajarkan apa-apa pada seluruh rakyat Indonesia. Gempa di Palu, yang diikuti oleh tsunami, lalu likuefaksi menjadi salah satu contoh terbaik dari kealpaan itu. Reaksi publik akan gempa bumi, tanah longsor, dan letusan gunung berapi juga dipenuhi oleh cerita kekalutan tanpa pemahaman bencana.
Di satu sisi, kita akui masih ada masyarakat yang abai akan sadar bencana ini. Tapi di sisi lain, ini menunjukkan, langkah pemerintah mengedukasi masyarakat soal waspada bencana ini belum berhasil betul. Padahal, pemerintah punya kewajiban untuk itu. Pemerintah berkewajiban melindungi dan menjaga warga negaranya. Di sisi lain, kita juga mengakui pemerintah turut andil lewat rencana tata ruang daerah yang tidak sinkron. Dengan mudah sekali investor bisa mengubah daerah-daerah yang seharusnya untuk konservasi alam menjadi daerah produksi, daerah investasi.
Delapan belas tahun tsunami Aceh harusnya membuat bangsa ini berubah lebih sadar bencana. Tetapi tampaknya belum. Ini jadi pekerjaan rumah kita bersama untuk tidak lagi mengingat tragedi tsunami Aceh sebagai kesedihan belaka. Ada persoalan yang belum bisa dituntaskan dari situ, yakni memupuk kesadaran bencana di tengah keluarga, sampai pada anak-anak kita.
(Sumber: Republika, 27 Desember 2022. https://www.republika.id/posts/35811/tsunami-aceh-dan-problem-kesadaran-bencana).
Baca Juga: Kumpulan Contoh Esai Singkat Berdasarkan Jenisnya | Bahasa Indonesia Kelas 12
Teks Editorial berjudul Hak atas Udara Bersih
Hak atas Udara Bersih
DARI hari ke hari, mutu udara di Jakarta kian memprihatinkan. Berdasarkan data laman IQAir, kemarin, indeks kualitas udara di Ibu Kota tercatat di angka 171. Mutu udara Jakarta itu termasuk terburuk di dunia.
Ini didominasi dengan polutan utamanya yakni PM 2.5 dengan level konsentrasi 91µg/m³. Konsentrasi PM 2.5 di Jakarta saat ini 18,2 kali lebih besar daripada nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.
Angka tersebut hanya lebih baik dari Kota Kampala, Uganda, yang memiliki indeks 187, atau kota yang memiliki mutu udara terburuk di dunia. Itu artinya udara Jakarta sudah sangat tidak sehat.
Sangat buruknya polusi udara di Jakarta berharga mahal. Beban ongkos medis yang harus dibayar oleh masyarakat Jakarta akibat polusi udara pada tahun ini, menurut temuan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), diperkirakan bisa lebih dari Rp60 triliun.
Buat pemerintah pusat, kerugian ini bisa lebih besar lagi sebab kualitas udara di Jakarta diperkirakan makin buruk. Itu baru Jakarta.
Belum lagi daerah-daerah penyangga seperti Depok, Tangerang, dan Bogor, serta kota-kota di Indonesia lainnya yang terus menunjukkan situasi serupa.
Meski udara terus memburuk, pemerintah belum menemukan solusi jitu untuk menanganinya. Bahkan menemukan penyebabnya pun belum. Baik instansi pusat maupun daerah belum seragam tentang penyebabnya.
Jika melihat data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), penyumbang utama pencemaran udara di Indonesia ialah sektor transportasi dengan porsi 44%, disusul sektor industri 31%.
Dugaan sektor transportasi memberikan andil yang cukup besar terhadap kualitas udara Jakarta juga terkonfirmasi dari pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) sektor transportasi di Ibu Kota yang tumbuh paling tinggi mencapai 18,1% pada kuartal II 2023.
Sektor transportasi sebagai biang kerok polusi udara Ibu Kota tentu makin mengkhawatirkan mengingat tingginya pertumbuhan populasi kendaraan bermotor berbasis fosil di Jakarta.
Dalam lima tahun terakhir, populasi mobil penumpang di Jakarta meningkat hingga 15,5% menjadi 4,13 juta kendaraan. Adapun populasi sepeda motor meningkat hingga 27,8% menjadi 19,22 juta kendaraan.
Artinya, dengan rata-rata konsumsi BBM di Jakarta untuk motor sebesar 0,92 liter per hari dan mobil 3,9 liter per hari, total konsumsi BBM di Jakarta bisa mencapai 17,8 juta liter per hari untuk seluruh populasi motor dan 16,2 juta liter per hari untuk seluruh populasi mobil.
Tidak ada cara lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi makin parahnya polusi udara Jakarta. Pemerintah harus bertindak nyata dengan menertibkan pabrik atau industri pencemar udara, menghentikan penjualan bahan bakar bertimbel (premium 88, pertalite 90, solar 48, dan dexlite), membatasi penggunaan kendaraan pribadi, dan mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum.
Pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus menyikapi kedaruratan pencemaran udara ini dengan tindakan nyata. Jangan saling menyalahkan demi ego sektoral. Payung hukum untuk menciptakan lingkungan dan udara yang bersih sudah ada. Tinggal tiap-tiap pihak bekerja sungguh-sungguh untuk mengatasi masalah yang bisa menciptakan krisis kesehatan masyarakat ini. Masyarakat pun harus berani menggugat pemerintah. Masyarakat berhak atas udara yang bersih.
(Sumber: Media Indonesia, 28 Agustus 2023. https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/3140-hak-atas-udara-bersih).
Baca Juga: Pengertian Frasa, Klausa, Kalimat, Beserta Jenis & Contohnya | Bahasa Indonesia Kelas 12
Teks Editorial berjudul Transformasi Radikal Nadiem
Transformasi Radikal Nadiem
MENTERI Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim lagi-lagi membuat gebrakan. Kali ini melalui Permendikbud-Ristek Nomor 53/2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Mas Menteri, demikian sapaannya, mengeluarkan aturan baru terkait dengan skripsi mahasiswa S-1 dan publikasi ilmiah bagi mahasiswa S-2/S-3.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa mahasiswa bisa membuat tugas akhir dalam bentuk bukan hanya skripsi, tapi juga dapat berwujud proyek, prototipe, atau bentuk lain yang dikerjakan secara individu maupun kelompok.
Adapun mahasiswa program magister, magister terapan, doktor, ataupun doktor terapan tetap wajib diberi tugas akhir, tetapi tidak wajib terbit di jurnal.
Menurut Menteri Nadiem, aturan baru ini sebagai bagian dari program Merdeka Belajar yang digagasnya. Baginya, ukuran kompetensi seseorang tidak hanya lewat penulisan ilmiah. Kendati demikian, Nadiem menyerahkan implementasi keputusan yang tidak mewajibkan skripsi dan publikasi di jurnal tersebut kepada tiap-tiap perguruan tinggi.
Keputusan ini tentu disambut dengan tanggapan beragam. Sejumlah kalangan mengkritik kebijakan Mendikbud-Ristek menghapus kewajiban menulis skripsi dan publikasi ini. Umumnya para pengkritik menilai penghapusan kewajiban ini membuat mahasiswa menjadi malas untuk menulis artikel atau tulisan ilmiah.
Apalagi kampus-kampus kini terus menggenjot mahasiswa dan dosennya melakukan publikasi di jurnal bereputasi agar institusinya bisa bersaing di kawasan nasional maupun regional. Sebagaimana diketahui, salah satu indikator produktivitas perguruan tinggi berkualitas ialah banyaknya publikasi ilmiah terutama hingga level internasional.
Walaupun kualitasnya perlu ditingkatkan, Direktorat Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud-Ristek pada 2021 mencatat jumlah publikasi ilmiah Indonesia mencapai 50.000. Angka itu sekaligus mendongkrak peringkat publikasi ilmiah Indonesia dari peringkat 56 dunia ke peringkat 21 dunia.
Kewajiban dosen-dosen di kampus ialah menggembleng mahasiswa yang ingin menjadi akademisi maupun periset untuk menulis secara sistematis dan menerbitkannya di jurnal.
Meski begitu, akibat kewajiban publikasi di jurnal ini, tak jarang anggota sivitas akademika terjerat dalam jurnal-jurnal palsu dan predator. Kampus pun perlu terus mengajarkan mahasiswanya untuk tidak melakukan plagiarisme yang bukan saja haram di dunia akademik, tapi juga di dunia profesional kerja.
Yang jadi soal, dunia pendidikan terutama kampus tidak harus membuat seluruh lulusannya memiliki keahlian menulis ataupun riset yang tinggi. Hak mahasiswa untuk memilih apakah dirinya ingin menjadi akademisi/periset dengan kemampuan menulis yang mumpuni atau menjadi praktisi yang memiliki skill yang bisa diandalkan di tempat dirinya bekerja kelak. Tugas perguruan tinggi melahirkan lulusan dengan ragam keahlian tersebut.
Kita tentu tidak ingin kewajiban menulis skripsi untuk mahasiswa S-1 maupun publikasi di jurnal untuk mahasiswa S-2 dan S-3 justru menghambat studi yang dijalani para mahasiswa. Para akademisi pun perlu memahami, selain untuk menambah pengetahuan, sering kali mahasiswa mengikuti pendidikan tinggi justru untuk mendapatkan jaringan kerja. Praktik seperti ini sudah lazim diterapkan di banyak negara yang sudah maju sistem pendidikannya seperti di Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan sejumlah negara di Asia lainnya.
Terlepas dari berbagai kontroversi dan kekurangannya, kita perlu mengapresiasi kebijakan Kemendikbud-Ristek membebaskan kewajiban mahasiswa S-1 menulis skripsi atau mahasiswa S-2/S-3 untuk publikasi jurnal. Selain bebas menentukan pilihan, kebijakan ini sekaligus bisa mengurangi tekanan mahasiswa dari para dosen yang ingin memanfaatkan kewajiban tersebut untuk kepentingan terselubung mereka.
Pasalnya, tak jarang sejumlah akademisi pemalas mencoba menitipkan namanya agar bisa dijadikan penulis kedua atau ketiga ketika publikasi ilmiah dilakukan. Kebijakan Nadiem ini merupakan tranformasi radikal pendidikan tinggi di Tanah Air. Pendidikan sejatinya membebaskan manusia menjadi dirinya sendiri, memanusiakan manusia. Pendidikan bukan menciptakan robot-robot yang memberhalakan formalitas tanpa memahami esensi sebagai insan akademik yang harus berguna bagi masyarakat.
(Sumber: Media Indonesia, 31 Agustus 2023. https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/3146-transformasi-radikal-nadiem).
Teks editorial berjudul Mencetak Calon Juara dengan Pembinaan Usia Dini
Mencetak Calon Juara dengan Pembinaan Usia Dini
Indonesia memiliki impian mencetak atlet-atlet hebat yang akan mengukir prestasi dan membawa Merah Putih berkibar tinggi di pentas dunia. Tagline Peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) 2022 pun menyiratkan keinginan dan mimpi besar tersebut. Haornas 2022 yang diperingati hari ini mengangkat tagline “Bersama Cetak Juara”.
Indonesia sebuah bangsa besar dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Populasi Indonesia kini mencapai 273 juta penduduk. Potensi Indonesia untuk menjadi negara dengan prestasi besar di bidang olahraga sejak dulu ada. Namun, seperti kita tahu, prestasi olahraga kita masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Memang diakui sudah banyak prestasi yang ditorehkan atlet-atlet kita, terutama di cabang favorit, seperti Bulutangkis. Namun, pencapaian di acara multi event seperti Olimpiade, Indonesia belum mampu bersaing dengan raksasa dunia, termasuk dengan negara-negara Asia, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan.
Bahkan, di level SEA Games sekalipun, beberapa kali kita masih kalah dalam perolehan medali dari negara sekawasan, seperti Thailand dan Vietnam. Terakhir, pada SEA Games Vietnam 2021 yang berlangsung tahun ini, Indonesia finis di bawah tuan rumah Vietnam dan Thailand. Indonesia total mengumpulkan 69 emas, 91 perak, dan 81 perunggu. Hasil ini lebih baik dibanding event serupa sebelumnya di mana Indonesia finis keempat pada 2019 dan 2013 serta dua kali berada di posisi kelima pada 2017 dan 2015.
Prestasi terbaik terakhir untuk SEA Games dicapai pada 2011 ketika Indonesia tuan rumah dan menjadi juara umum terakhir kalinya. Satu di antara banyak faktor yang membuat pencapaian atlet kita kurang maksimal adalah kendala anggaran. Pembinaan talenta muda akan sulit optimal jika anggaran tidak mencukupi.
Beberapa waktu lalu pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengklaim Indonesia kalah dari Thailand dan Singapura soal fokus pembinaan atlet. Dua negara tetangga tersebut mengalokasikan masing-masing 0,2% dan 4% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mereka untuk olahraga, sedangkan Indonesia hanya 0,03%.
Dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) kita berharap capaian olahraga kita akan semakin baik. DBON diterbitkan sebagai panduan arah kebijakan pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional jangka panjang secara terintegrasi dan kolaboratif. Harapannya, dengan desain tersebut daya saing bangsa dalam bidang keolahragaan kian meningkat.
Melalui DBON terdapat 14 cabang olahraga unggulan Olimpiade berdasarkan prestasi dan peluang medali. Sedangkan untuk Paralimpiade ada 5 cabang olahraga. Dengan desain tersebut Indonesia berharap bisa menjadi negara lima besar Olimpiade pada 2045.
Pada Olimpiade 2032 Indonesia berharap sudah masuk 10 besar. Membuat target tinggi tentu sah-sah saja. Namun, untuk bisa mencapainya sangat bergantung pada program yang dijalankan, terutama pembinaan usia muda. Satu hal yang perlu dioptimalkan dalam rangka mencetak atlet andal adalah menjaring bibit-bibit muda potensial di seluruh wilayah tanah air.
Sejak usia dini, calon-calon atlet potensial harus bisa ditemukan. Indonesia sejatinya memiliki banyak talenta muda mulai Sabang sampai Merauke. Namun karena model pembinaan yang lemah, maka talenta muda tersebut tidak pernah mencapai potensi maksimalnya. Setiap cabang olahraga seyogianya bertanggung jawab untuk menemukan bibit muda potensial ini.
Selain itu, kompetisi atlet muda untuk cabang-cabang olahraga, terutama cabang Olimpiade, juga harus diintensifkan. Kemenpora perlu mengoptimalkan kerja sama dengan pemerintah daerah, termasuk dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi.
Hal lain yang perlu ditumbuhkan adalah minat masyarakat untuk menggeluti olahraga, terutama dengan menjadi pelatih. Berdasarkan Sport Development Indeks (SDI) 2021 yang dilakukan Kemenpora, rasio Sumber Daya Manusia (SDM) olahraga dan jumlah penduduk usia ≥5 tahun secara nasional adalah 1:3487. Ini menunjukkan kesenjangan yang terlalu tinggi antara ketersediaan SDM olahraga dan jumlah penduduk yang harus dilayani.
Sebagai perbandingan, rasio polisi dan jumlah penduduk di Indonesia sebesar 1:411 atau 243 per 100.000 penduduk. Demikian juga rasio dokter dan jumlah penduduk di Indonesia sebesar 1:2.500 atau 0,4 per 1.000 penduduk. Perlu kembali menumbuhkan atmosfer olahraga di masyarakat. Tidak ada salahnya kembali menggaungkan jargon populer beberapa puluh tahun lalu, yakni “Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat”.
Dimulai dengan memasifkan olahraga masyarakat atau olahraga non prestasi, diharapkan akan tumbuh atmosfer berolahraga di tengah masyarakat. Dari proses pembudayaan olahraga, gairah untuk berkompetisi diharapkan ikut tumbuh. Masyarakat akan antusias berolahraga dan talenta-talenta muda pun diharapkan bermunculan. Dengan begitu harapan untuk mencetak juara-juara olahraga tingkat dunia juga bisa dicapai.
Teks Editorial berjudul Bersatu Melawan Korupsi
Bersatu Melawan Korupsi
Membersihkan Indonesia dari praktik korupsi tentu bukan hal yang mudah. Setiap 9 Desember, masyarakat internasional memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia). Sayangnya, aneka praktik korupsi masih merajalela di negeri ini. Tak heran apabila Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM masih menilai upaya-upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air belum membaik.
Pukat UGM mencatat, secara global Indonesia masih sangat jauh tertinggal soal pemberantasan korupsi. Peneliti Pukat, Yuris Rezha Kurniawan, mengatakan, saat negara-negara maju sudah mulai masuk ranah pencegahan korupsi di sektor swasta dan memperbaiki integritas dunia usaha, Indonesia justru masih berkutat menghadapi korupsi akut menyangkut pejabat publik dan penegak hukum.
“Dalam Hakordia ini belum bisa kita rayakan dengan prestasi-prestasi membanggakan,” kata Yuris, Jumat (9/12). Menurut Pukat UGM, dari refleksi beberapa tahun ke belakang, masih menunjukkan bahwa politik hukum pemberantasan korupsi di Indonesia sangat lemah. Menurut Pukat UGM, revisi UU KPK dan munculnya peraturan-peraturan justru memberi angin segar pelaku korupsi.
Catatan kritis Pukat UGM pada Hari Antikorupsi Sedunia ini sudah seharusnya menggugah seluruh elemen bangsa bahwa korupsi masih menjadi masalah. Inilah momentum bagi seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bergandeng tangan untuk berjuang bersama-sama membebaskan negeri ini dari praktik kotor dan jahat bernama korupsi.
Masih kian maraknya praktik korupsi yang dilakukan para pejabat, aparat penegak hukum, hakim, bahkan hingga level kepala desa membuktikan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius bangsa ini. Pakta integritas yang selama ini digaung-gaungkan belum sepenuhnya mewujud dalam kehidupan. Masih sebatas slogan dan ini tentu tak boleh terus dibiarkan.
Sejatinya negeri ini membutuhkan teladan. Para pejabat dan elite dari tingkat atas hingga bawah, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif harus menunjukkan integritasnya. Tak boleh lagi ada permainan dan jual beli jabatan. Tak boleh lagi ada setoran dari bawahan kepada atasan. Tak boleh lagi ada jual beli hukum. Jika negara lain saja bisa menerapkan, sudah seharusnya Indonesia pun bisa
Dan korupsi, menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah menjadi pangkal dari berbagai masalah pembangunan di Indonesia. “Korupsi adalah pangkal dari berbagai tantangan dan masalah pembangunan: dari penciptaan lapangan pekerjaan hingga soal pelayanan masyarakat,” ujar Jokowi dalam unggahannya melalui akun Twitter, Jumat (9/12).
Karena itu, Jokowi pun menegaskan, pemerintah tidak akan berhenti untuk terus mendorong Indonesia menjadi negara yang maju dan bersih. “Kita takkan pernah lelah dan lengah untuk terus-menerus mendorong Indonesia yang bersih dan maju. Selamat Hari Antikorupsi Sedunia 2022,” kata Jokowi menegaskan.
Indonesia yang bersih dan maju tentu hanya akan bisa dicapai apabila semua elemen bangsa, terutama para elite dan pejabat, hidup sederhana. Tak hanya itu, para elite dan pejabat harus membuang sikap rakus dan tamak. Fasilitas yang disediakan negara sesungguhnya sudah lebih dari cukup.
Penegakan hukum terhadap para koruptor harus semakin tegas. Masih banyaknya koruptor yang dijatuhi hukuman ringan tak mampu menciptakan efek jera. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, berdasarkan kajian pelaku korupsi tidak takut dengan ancaman hukuman penjara, tetapi takut jika dimiskinkan. Jika pemiskinan menjadi cara efektif untuk memberantas korupsi, hal itu harus dilakukan.
Membersihkan Indonesia dari praktik korupsi tentu bukan hal yang mudah. Semua harus berawal dari pendidikan. Sejak dini, anak-anak bangsa harus diajarkan tentang bahaya korupsi. Para anak bangsa perlu ditanamkan pendidikan karakter, baik di sekolah, rumah, dan lingkungan. Literasi hidup antikorupsi juga perlu terus dilakukan di semua lembaga/badan dan instansi.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan adanya upaya-upaya pencegahan agar praktik korupsi bisa terus ditekan. Perlu dihadirkan sebuah sistem yang mampu menutup celah praktik korupsi di semua lembaga/badan/instansi. Sebab, korupsi biasanya terjadi karena adanya celah dan peluang.
Pemberantasan korupsi hanya akan efektif apabila para penegak hukumnya juga benar-benar bersih dan berani. Jangan sampai lembaga pemberantasan korupsi tebang pilih dalam menjelankan tugasnya. Aparat penegak hukum harus berani melawan intervensi kekuasaan dalam menjalankan tugasnya.
(Sumber: Republika, 10 Desember 2022. https://www.republika.id/posts/35243/bersatu-melawan-korupsi).
Nah, itu tadi contoh teks editorial berbagai tema beserta pembagian strukturnya. Semoga kamu semakin paham ya tentang teks editorial. Kira-kira kedepannya kita bahas apa lagi ya? Oke, kalo kamu mau belajar dengan animasi yang lucu dan pembahasannya mudah dipahami, langsung aja deh buka ruangbelajar dan temukan ribuan video belajar seru di aplikasi Ruangguru. Selamat belajar!
Suryaman dkk. (2015). Bahasa Indonesia untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Editorial Media Indonesia. 2022. Menghadapi Era Gelap Ekonomi. Diakses pada 13 Oktober 2022 dari https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2786-menghadapi-era-gelap-ekonomi
Editorial Media Indonesia. 2022. Mempersiapkan Akhir Pandemi. Diakses pada 13 Oktober 2022 dari https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2764-mempersiapkan-akhir-pandemi
Editorial RRI. 2022. Pengembangan Ekonomi Biru Sektor Kelautan. Diakses pada 13 Oktober 2022 dari https://rri.co.id/editorial/141/pengembangan-ekonomi-biru-sektor-kelautan
Editorial RRi. 2022. Rencana Konversi Kompor Gas ke Kompor Listrik. Diakses pada 13 Oktober 2022 dari https://rri.co.id/editorial/133/rencana-konversi-kompor-gas-ke-kompor-listrik
Editorial Sindo. 2022. Mencetak Calon Juara dengan Pembinaan Usia Dini. diakses pada 13 Oktober 2022 dari https://nasional.sindonews.com/read/880699/16/mencetak-calon-juara-dengan-pembinaan-usia-dini-1662710945
Artikel terakhir diperbarui oleh Laras Sekar Seruni.
Rio Haryanto, pembalap muda asal Indonesia, boleh tersenyum bangga. Halangan yang sempat merintang akhirnya secara bertahap bisa disingkirkan. Impiannya menjadi pembalap di Formula One (F1) terwujud.
Tim asal Inggris, Manor Racing, telah mengumumkan, Kamis (18/2), untuk menjadikan Rio sebagai pembalap kedua. Kesempatan itu membuat Rio akan bersaing dengan pembalap beken dunia, seperti Louis Hamilton, Fernando Alonso, dan Kimi Raikonnen, pada seri balapan F1 2016.
Bagaimana pembalap kelahiran Solo itu merintis kariernya di dunia balapan? Karier itu ia mulai ketika tampil pada balapan tingkat Asia. Ia memperkuat Asia Racing Team pada 2008.
Pada seri ini, Rio ikut untuk tiga seri, yaitu Asian Formula Renault Challenge, Formula Asia 2.0, dan Formula BMW Pacific. Pembalap kelahiran 22 Januari 1993 itu meraih prestasi perdananya di pentas Formula Asia 2.0. Di situ, ia meraih peringkat tiga usai memenangkan dua balapan.
Terpicu dengan pencapaian pada tahun perdana, Rio kian semangat. Ia terus memperlihatkan kebolehannya di balik kemudi roda empat. Pada 2009, ia mengikuti Australian Drivers Championship dan Asian Formula Renault Challenge Formula BMW Pacific.
Saat itu Rio memprioritaskan ajang Formula BMW Pasific. Alasannya, ajang itu sangat bagus untuk loncatan kariernya. Pada seri ini, ia memperkuat Questnet Team Qi-Meritus. Hasilnya fantastis. Rio memenangkan 11 dari 15 kali balapan. Hasil itu membuat Rio menjadi juara dengan raihan 250 poin pada klasemen akhir.
Sumber: Salamadian, Sahabatnesia
Dapatkan artikel contoh berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.
Contoh Teks Editorial tentang Kenaikan Harga Gas Elpiji
Kado Tahun Baru 2014 dari Pertamina
Pertamina mengirim kado Tahun Baru 2014 yang pahit kepada masyarakat. Menaikkan harga elpiji tabung 12 kg lebih dari 50 persen. Akibatnya sampai di tingkat konsumen harganya menjadi Rp125.000,00 hingga Rp130.000,00. Bahkan di lokasi yang relatif jauh dari pangkalan, mencapai Rp150.000,00–Rp200.000,00.
Sungguh, kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik, tidak bijak, dan tidak logis. Masyarakat sebagai konsumen menjadi terkaget-kaget karena kenaikan tanpa didahului sosialisasi. Pertamina memutuskan secara sepihak seraya mengiringinya dengan alasan yang terkesan logis. Merugi Rp22 triliun selama 6 tahun sebagai dampak kenaikan harga di pasar internasional serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Kenaikan harga itu mengharuskan Presiden Republik Indonesia yang sedang melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur meminta Wakil Presiden Republik Indonesia menggelar rapat mendadak dengan para menteri terkait. Mendengarkan penjelasan Direksi Pertamina dan pandangan Menko Ekuin, yang kesimpulannya dilaporkan kepada Presiden. Berdasar kesimpulan rapat itulah, Presiden kemudian membuat keputusan harga elpiji 12 kg yang diumumkan pada Minggu kemarin.
Kita mengapresiasi langkah cekatan pemerintah dalam mengapresiasi kenaikan harga elpiji non-subsidi 12 kg itu seraya mengiringinya dengan pertanyaan. Benarkah pemerintah tidak tahu atau tidak diberitahu mengenai rencana Pertamina menaikkan secara sewenang-wenang. Pertamina merupakan perusahaan negara yang diamanatkan undang-undang sebagai pengelola minyak dan gas bumi untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Rasanya mustahil kalau pemerintah, dalam hal ini Menko Ekuin dan Menteri BUMN tidak tahu, tidak diberi tahu serta tidak dimintai pandangan, pendapat, dan pertimbangannya.
Kalau dugaan kita yang seperti itu benar adanya, bisa saja di antara kita menengarai langkah pemerintah itu sebagai reaksi semu. Reaksi yang muncul sebagai bentuk kekagetan atas reaksi keras yang ditunjukkan pimpinan DPR RI, DPD RI, dan masyarakat luas. Malah boleh jadi ada politisi yang mengategorikannya sebagai reaksi yang cenderung bersifat pencitraan sehingga terbangun kesan bahwa pemerintah memperhatikan kesulitan sekaligus melindungi kebutuhan rakyat.
Kita tidak bisa menerima sepenuhnya alasan merugi Rp22 triliun selama 6 tahun menjadi regulator elpiji sehingga serta-merta Pertamina menaikkan harga elpiji? Dalam peran dan tugasnya yang mulia inilah Pertamina tidak bisa semata-mata menjadikan harga pasar dunia sebagai kiblat dalam membuat keputusan. Sebab di sisi lain perusahaan memperoleh keuntungan besar atas hasil tambang minyak dan gas yang dieksploitasi dari perut bumi Indonesia.
Keuntungan besar itulah yang seharusnya digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Caranya dengan mengambil atau menyisihkan sepersekian persen keuntungan untuk mensubsidi kebutuhan bahan bakar kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Sumber: Kedaulatan Rakyat, 6 Januari 2014
Contoh Teks Editorial tentang Penyakit Menular Mpox
Mpox Darurat Kesehatan Dunia
Pada 14 Agustus 2024, Direktur Jenderal WHO Dr Tedros telah menyatakan bahwa kenaikan kasus mpox di Republik Demokratik Kongo (Democratic Republic of the Congo/DRC) dan perkembangan kasus di beberapa negara Afrika dinyatakan sebagai kedarurakan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia atau public health emergency of international concern (PHEIC).
Apalagi peningkatan kasus di beberapa negara kini disebabkan clade 1b yang memang lebih berat dari clade 2 yang dulu banyak dikenal. Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa dunia internasional sudah mengubah istilah monkey pox menjadi mpox, antara lain karena kasus-kasus itu kini tidak selalu berhubungan dengan monyet.
Sehubungan dengan hal itu, akan baik kalau kita mengubah dan menyesuaikan istilah cacar monyet itu pula dan menggunakan istilah baru yang lebih tepat atau kita gunakan saja mpox.
Sesuai dengan aturan yang tercantum dalam International Health Regulations (IHR), pernyataan PHEIC oleh Direktur Jenderal WHO berdasar pada rekomendasi IHR Emergency Committee, suatu komite independen yang biasa dibentuk WHO kalau ada masalah penyakit menular yang mungkin mewabah. Saya sendiri pernah menjadi anggota komite seperti itu untuk penyakit MERS CoV, beberapa tahun lalu.
Nah, untuk mpox, Emmergency Committee menyebutkan juga bahwa ada potensi bahwa mpox ini juga mungkin saja menyebar ke luar Benua Afrika. Dalam perkembangannya, hal itu sudah terjadi. Hanya sehari sesudah pernyataan PHEIC oleh WHO, Swedia pada 15 Agustus 2024 sudah melaporkan kasus pertama mpox akibat clade 1b di negaranya. Jadi itu kasus pertama kali di luar Benua Afrika. Kemudian, beberapa hari lalu, yaitu pada 22 Agustus 2024, Thailand juga melaporkan kasus mpox akibat clade 1b, kasus tersebut sudah sampai ke ASEAN.
Kita ketahui bahwa Direktur Jenderal WHO pada 23 Juli 2022 juga pernah menyatakan bahwa mpox ada dalam status PHEIC. Maksudnya tentu ialah semacam peringatan agar dunia dan kita di Indonesia perlu melakukan langkah-langkah terkoordinasi baik agar kejadian mpox dapat dilokalisasi dan tidak terus merebak luas.
Upaya itu ternyata berhasil. Pada 11 Mei 2023, status PHEIC mpox dicabut karena situasi memang sudah terkendali. Sayangnya, kini 15 bulan sesudahnya, terjadi peningkatan kasus kembali secara bermakna sehingga terpaksa ditetapkan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat internasional lagi.
Tentu kita di Indonesia harus mengambil peran penting, bukan hanya menangani masalahnya di negara kita, melainkan juga untuk berperan dalam kesehatan dunia. Untuk itu, setidaknya ada delapan hal yang dapat dan perlu kita lakukan di Tanah Air.
Pertama, harus digiatkan kegiatan surveilan epidemiologik sehingga setiap suspek kasus di mana pun di pelosok negeri kita dapat deteksi dan temukan dengan baik. Kita ketahui bersama bahwa surveilan memang merupakan tulang punggung penting dalam pengendalian penyakit menular, apalagi kalau sudah berstatus kedaruratan kesehatan dunia seperti mpox ini. Di sisi lain, kita tahu pula bahwa daerah kita sangat luas sehingga kegiatan surveilan memang harus amat ekstensif.
Kedua, kalau sudah dideteksi melalui surveilan, harus tersedia alat tes diagnosis yang akurat di tempat yang diperlukan. Kita tahu bahwa diagnosisnya tidak sederhana, apalagi untuk mengidentifikasi clade-nya yang tentu perlu pemeriksaan biomolekuler. Tentu tidak semua tempat harus disediakan alat canggih. Karena itu, sistem dan jejaring rujukan perlu dikembangkan dengan amat cermat.
Ketiga, kalau sudah ada kasus, harus dilakukan penelusuran kontak. Mpox merupakan penyakit menular, jadi penelusuran kontak harus dilakukan dengan baik, kira-kira sama seperti kegiatan pada waktu covid-19.
Keempat, pada mereka yang sakit (apalagi kalau terkena clade 1b), harus disediakan fasilitas pengobatannya. Setidaknya ada empat faktor utama disini. Pertama, petugas kesehatan yang terlatih. Kedua, ruang isolasi untuk mencegah penularan ke masyarakat dan ke petugas kesehatan (seperti pernah dilaporkan di negara lain) dengan sarana prasarana rumah sakit lainnya. Ketiga, obat yang tepat, seperti Tecovirimat (TPOXX, ST-246) yang di Amerika Serikat digunakan sejalan dengan protokol CDC-held Expanded Access-Investigational New Drug (EA-IND) atau mungkin obat Brincidofovir. Keempat, penetapan masa isolasi untuk yang dirawat dirumah dan karantina untuk suspek.
WHO menyebutkan bahwa isolasi perlu dilakukan sampai seluruh kelainan kulit sudah lepas dan baik serta lapisan kulit baru di bawahnya sudah mulai terbentuk.
Kegiatan kelima ialah vaksinasi yang kini banyak dibicarakan. WHO saat ini belum merekomendasikan pemberian vaksinasi massal pada seluruh penduduk. Yang dianjurkan ialah vaksinasi pada mereka yang kontak dengan pasien mpox, termasuk petugas kesehatan dan mereka dengan risiko penularan yang tinggi, termasuk kelompok risiko tinggi seperti dengan perilaku seksual tertentu.
Secara umum, di dunia setidaknya ada dua jenis vaksin mpox. Pertama ialah PEPV (post exposure prevention vaccine) yang diberikan pada mereka yang diduga tertular/kontak erat dan yang kedua ialah PPV (primary prevention vaccine) yang diberikan pada kelompok risiko tinggi. Perkembangan terakhir, pada 23 September 2024 WHO mengeluarkan position paper tentang vaksin smallpox dan mpox (orthopoxviruses) yang perlu kita pahami sebelum mengambil kebijakan penggunaan vaksin di negara kita.
Dalam publikasi terbaru WHO itu disampaikan dua pendekatan vaksinasi mpox. Pertama, ialah bentuk vaksinasi pencegahan bagi petugas laboratorium yang bekerja dengan orthopoxviruses dan kedua ialah bagaimana vaksinasi sebagai respons kejadian luar biasa mpox seperti yang terjadi sekarang ini di beberapa negara.
Kegiatan keenam yang banyak juga dibicarakan ialah tentang pengetatan di pintu masuk negara. Banyak pihak yang mempertanyakan apakah kita perlu menutup kedatangan dari negara-negara yang kini sedang terjangkit. Kalau ada penyakit apa pun yang jadi darurat internasional, yang negara-negara lakukan bukanlah utamanya menutup perbatasan, tapi memperkuat sistem pengendalian di dalam negerinya.
Sudah terbukti waktu covid-19 bahwa menutup perbatasan tidak menghambat covid-19 mendunia. Belum lagi kalau yang ditutup negara A sampai F, misalnya, karena sekarang di sana ada laporan kasus mpox, bagaimana menjamin bahwa di negara G smp L misalnya belum ada kasus, kan, tidak mungkin juga menutup perbatasan dari seluruh dunia.
Pun kalau dicek suhu orang di bandara kita, misalnya, kalau tidak panas, kan, belum tentu dia tidak sakit, bisa saja masih dalam masa inkubasi. Nanti sudah sampai negara kita beberapa hari baru panasnya timbul dan penyakitnya sudah telanjur menulari sekitarnya. Jadi, yang utama ialah, siapkan sistem kesehatan di dalam negeri walau tentu tetap waspada kemungkinan dari luar negeri. Apalagi, kan, di negara kita sudah ada kasus walaupun sejauh ini yang dilaporkan baru dari jenis yang lama yaitu, clade 2.
Kegiatan ketujuh yang juga amat penting ialah penyuluhan kesehatan yang luas ke masyarakat. Kenali tanda dan gejala penyakit ini yang pada dasarnya ialah kelainan di kulit (ruam, vesikel, keropeng, semacam bisul, dll), pembesaran kelenjar getah bening, demam, sakit kepala, serta nyeri otot.
Masyarakat perlu mengetahui bagaimana cara penularannya, yaitu perilaku seksual tertentu, mungkin juga kontak langsung dengan lesi yang ada di pasien dan walaupun jarang sudah dilaporkan juga penularan melalui bahan yang tercemar. Kalau ada yang dicurigai sakit, harus segera memeriksakan diri dan mereka yang kontak juga perlu mewaspadai kemungkinan tertularnya.
Kedelapan, karena ini merupakan masalah dunia, Indonesia tentu perlu terus berkoordinasi dengan organisasi internasional seperti WHO. Khusus untuk mpox sekarang ini, sudah ada pula kajian dan pernyataan dari CDC Afrika.
Saya sudah sejak lama mengusulkan agar dibentuk CDC ASEAN supaya kita dapat berkoordinasi lebih baik di kawasan Asia Tenggara untuk mengendalikan penyakit menular. Memang sudah dibentuk ASEAN Centre for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED) dan akan baik kalau ada rekomendasi dari badan itu terhadap potensi mpox di ASEAN, apalagi sudah ada kasus di Thailand.
Sebagai penutup, kita tentu berharap agar pernyataan PHEIC mpox oleh WHO benar-benar membuat dunia dan kita di Indonesia menjadi melakukan tindakan maksimal yang tepat untuk mencegah penyakit itu merebak makin luas.
Sumber: mediaindonesia.com. 26 Agustus 2024. https://mediaindonesia.com/opini/695688/mpox-darurat-kesehatan-dunia
Contoh teks editorial mana nih yang paling menarik menurut kamu? Mau belajar lebih banyak lagi? Kakak-kakak Master Teacher di Brain Academy siap bantu kamu, lho. Dijamin seru, nyaman, dan bikin kamu tambah pintar!
Suryaman dkk. (2015). Bahasa Indonesia untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
repositori.kemdikbud.go.id/19772/1/Kelas%20XII_Bahasa%20Indonesia_KD%203.6%20%282%29.pdf
www.ruangguru.com/blog/contoh-teks-editorial
timesindonesia.co.id/pendidikan/358105/9-contoh-teks-editorial-tentang-pendidikan-kesehatan-lingkungan
tvonenews.com/lifestyle/trend/24272-contoh-teks-editorial
detik.com/sulsel/berita/d-6363561/12-contoh-teks-editorial-pengertian-jenis-dan-struktur-yang-mudah-dipahami
kompas.com/skola/read/2023/09/12/170000969/5-contoh-teks-editorial-beserta-strukturnya?page=all
(Diakses: 12 Oktober 2023)
Middle SchoolSocial ScienceEducation
Identifying the structure of a text (e.g., introduction, body, conclusion) is a fundamental reading comprehension skill. Different text structures serve different purposes; understanding the structure helps readers grasp the main idea and supporting details.
Artikel Bahasa Indonesia Kelas 12 ini akan menjelaskan tentang pengertian, jenis-jenis, dan contoh dari teks editorial, Yuk belajar!
Halo, guys! Apakah kamu senang membaca berita atau barangkali bercita-cita menjadi jurnalis ke depannya? Berbeda dengan masa lalu ketika berita bisa dilihat di koran atau televisi, saat ini berita dapat kamu baca di manapun dengan mudah melalui portal berita online.
Tahukah kamu? Baik koran maupun media online yang menerbitkan berita, tak hanya berisi reportase tulisan dari wartawan lho, tetapi ada juga tulisan dari seorang pemimpin redaksi atau orang yang mewakili dari media itu sendiri. Tulisan itu disebut sebagai tajuk rencana atau teks editorial.
Pengertian Teks Editorial
Teks editorial adalah teks yang berupa opini untuk menanggapi suatu isu yang sedang terjadi di masyarakat. Jika teks berita bersifat objektif berdasarkan fakta dan peristiwa, teks editorial sifatnya berupa pendapat yang sifatnya argumentatif dengan dukungan data.
Namun, teks editorial jenisnya tetap berbeda dengan opini, ya! Teks editorial berisi pendapat yang mewakili sebuah redaksi media massa, atau dalam hal ini media cetak seperti koran dan media siber seperti koran digital, bukan pendapat pribadi dari penulisnya. Teks editorial dapat menjadi gambaran dari ideologi sebuah media massa dalam menanggapi isu-isu tertentu.
Dari segi fungsinya sendiri, teks editorial digunakan untuk memersuasi atau merangsang pembaca untuk mengetahui tentang suatu isu yang coba dibahas oleh redaksi. Pada beberapa kesempatan, teks editorial juga dapat memantik sebuah tindakan nyata dari pembacanya.
Teks editorial juga bisa disebut sebagai tajuk rencana. Biasanya, penyebutan nama rubrik editorial atau tajuk rencana menyesuaikan kesepakatan dari internal media massa masing-masing.
Baca Juga: Pengertian Teks Editorial, Ciri, Struktur dan Contohnya
Sudah tahu belum, di Aplikasi belajar Ruangguru, ada fitur Drill Soal yang berisi kumpulan contoh soal latihan beserta pembahasannya, loh. Pas banget kan buat mempersiapkan diri kamu dalam menghadapi ujian nanti. Yuk, klik banner di bawah ini untuk coba fitur Drill Soal!
Struktur Teks Editorial
Secara garis besar, struktur teks editorial terdiri dari tiga bagian nih, yaitu pernyataan pendapat (tesis), argumentasi, dan penegasan ulang. Berikut uraian singkatnya:
1. Pernyataan pendapat (tesis)
Berisi sudut pandang penulis terhadap permasalahan yang diangkat. Berupa pernyataan atau teori yang akan diperkuat oleh argumen.
Bentuk alasan atau bukti yang digunakan untuk memperkuat pernyataan tesis. Bisa berupa pernyataan umum, data hasil penelitan, pernyataan para ahli atau fakta-fakta yang dapat dipercaya.
3. Penegasan Ulang Pendapat (Reiteration)
Berisi penguatan kembali atas pendapat yang telah ditunjang oleh fakta-fakta dalam bagian argumentasi.
Gimana? sudah mulai paham ‘kan tentang apa itu teks editorial? Selanjutnya, yuk kita bahas jenis-jenis dari teks editorial! Teks editorial dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Interpretative Editorial, Controversial Editorial, dan Explanatory Editorial. Sekarang kita bahas satu persatu, ya!
1. Interpretative Editorial
Teks editorial interpretatif merupakan teks editorial yang berusaha menjelaskan makna isu-isu dari peristiwa yang terjadi yang tengah diangkat oleh suatu media massa.
Teks tersebut dibuat dengan memberikan fakta-fakta untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca. Dengan begitu, pembaca media massa tersebut dapat memahami kondisi atau peristiwa yang tengah terjadi melalui perspektif media tersebut.
Editorial interpretatif bisa bersifat positif, negatif, atau netral dalam pendekatan tergantung pada keadaan dan perlakuan penulis editorial terhadap suatu isu.
2. Controversial Editorial
Editorial kontroversial merupakan tulisan yang dikemas dengan tujuan untuk menyebarkan sudut pandang tertentu dari redaksi. Editorial ini pada umumnya dapat meyakinkan pembaca pada kecenderungan atau keniscayaan dari suatu isu tertentu. Sebaliknya, sudut pandang yang berlawanan dari hal tersebut akan digambarkan secara negatif.
3. Explanatory Editorial
Teks editorial jenis ini hanya menyajikan masalah atau isu yang sedang terjadi, sementara penilaian atau tanggapan tentang isu tersebut diserahkan sepenuhnya pada pembaca.
Jenis editorial ini hanya merangsang pembaca untuk terprovokasi mengenai kepentingannya dari suatu isu yang disajikan. Pada umumnya, masalah yang dipilih, yakni kepentingan terkait sosial, politik, dan ekonomi, sehingga pembaca dapat mudah untuk menilai dan membayangkan solusinya.
Baca Juga: Pengertian Kalimat Efektif, Syarat, dan Contohnya
Contoh Teks Editorial
Setelah mempelajari pengertian, struktur dan jenis-jenis teks editorial, sekarang saatnya kita bahas contohnya agar lebih paham lagi. Berikut contoh-contoh teks editorial berbagai tema beserta strukturnya: